selamat datang

Selamat Datang ! Suatu kehormatan bagi saya atas kunjungan ini.

Kamis, 08 Juli 2010

Temenan Yuuuk…


Untuk beberapa edisi ke depan, POPsy! kedatangan penulis tamu (bukan tidak mungkin akan menjadi penulis tetap). Namanya *Evi Junita, S.Psi. Ia adalah teman kuliah seangkatan saya di Psikologi UI. Sejak lulus tahun 2005, ia aktif bekerja di sebuah klinik terapi bagi anak-anak. Untuk menunjang minatnya di bidang anak, saat ini ia sedang mengambil kuliah pascasarjana psikologi klinis anak di Universitas Indonesia, sambil sesekali menulis artikel di beberapa majalah anak. Oleh sebab itu, tulisan-tulisannya pun akan berisi pembahasan seputar anak-anak. Selamat belajar dan menikmati!
Mungkin Anda menyadari, Si kecil yang dulu ketika sendiri akan merengek minta bermain dengan Anda, kini lebih senang bermain dengan temannya. Ya, usia 6-8 tahun merupakan saat ia berinteraksi dengan dunia yang lebih luas, melatih kemandiriannya serta mengembangkan minatnya akan sesuatu yang menarik perhatiannya. Saat ini, keterampilan mental, sosial, dan fisik berkembang begitu pesat. Inilah masa kritis baginya untuk membangun kepercayaan diri dalam berbagai hal, seperti olah raga, sekolah, dan tentu saja, dalam berteman.
Berteman adalah kegiatan yang bertujuan untuk membina sebuah hubungan keakraban yang melibatkan kebersamaan dimana setiap individu yang terlibat memiliki keinginan untuk bersama. Kegiatan ini memiliki hubungan yang erat dengan perkembangan keterampilan social dan kesehatan psikologis anak pada tahap-tahap perkembanganya selanjutnya, karena berteman memiliki beberapa keutungan sebagai berikut:
  • Memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi diri dan sikap memahami orang lain
  • Membantu memperbaiki sikap penyesuaian diri di sekolah dan meningkatkan keterlibatan anak dalam proses belajar mengajar di kelas.
  • Memberikan kesempatan untuk berlatih menghadapi masalah dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
  • Memberikan dasar untuk hubungan interpersonal di masa remaja dan dewasa
Hal-hal diataslah yang menyebabkan berteman merupakan kegiatan yang penting dalam perkembangan anak.
Kenali perubahannya
Bila pada usia-usia sebelumnya keterlibatan unsur kerja sama dalam pertemanan dan bermain belum tampak jelas, maka pada usia ini unsur kerja sama merupakan unsur paling penting dari permainan anak. Hal ini dapat terlihat melalui jenis dan tema-tema permainan yang mereka pilih. Salah satu contohnya adalah jenis permainan pura-pura yang bertemakan rumah sakit dimana ada yang berperan sebagai dokter dan ada yang berperan sebagai suster yang bertugas membantu sang dokter.
Terkait dengan karakeristik kerjasama pada pertemanan dan pola permainan anak, maka pada usia ini anak memiliki kecenderungan untuk memilih menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman-temannya. Anak makin  tak tergantung dengan orang tua, ia juga mulai memperhatikan teman-temannya, ia mulai belajar memilah yang mana yang boleh ditiru dan mana yang tidak boleh, serta ia mulai memiliki keinginan lebih untuk diterima dan disukai oleh lingkungan sekitar.
Mencari teman
Usia 6-8 tahun merupakan usia awal anak duduk disekolah dasar. Kebutuhan untuk memiliki teman dilingkungan sekolah meningkat. Mereka mengenali dirinya sendiri dan kemampuan yang dimilikinya dari umpan balik yang didapat dari temannya, dimana reaksi teman akan berpengaruh dalam proses pembentukan gambaran diri anak. Misalnya, jika teman-teman menyukai hasil gambarnya, ia akan percaya diri dan menganggap dirinya artistik, atau jika teman-temannya tertawa karena celetukannya, anak akan menganggap dirinya lucu.
Pada usia ini juga, anak-anak cenderung memilih dan membandingkan teman-teman yang ada disekitarnya. Mereka cenderung memilih teman yang pola bermain, aktivitas, hobi, dan sifat yang sama. Sebagai orang tua, kita perlu memfasilitasi kebutuhan anak untuk berteman. Namun frekuensi dan intensitas pertemanan yang terjadi, sebaiknya kita kembalikan kepada kemampuan dan minat anak untuk terlibat dalam hubungan keakraban dengan teman-temannya yang lain. Tidak semua anak akan memiliki banyak teman dan menjadi anak yang popular diantara teman-temannya. Ada anak yang bahagia hanya memiliki satu orang sahabat dekat. Selama teman-temannya membawa pengaruh positif, maka kita tidak perlu melakukan intervensi.
Cari teman yang positif
Usia 6-8 tahun merupakan usia ketika anak belajar bekerja sama, berkompetisi, berbagi serta belajar mengatasi konflik. Mereka berlatih untuk saling mendukung atau berkompetisi hampir dalam setiap hal yang menarik perhatian mereka. Jika buah hati Anda memiliki sahabat yang hobi membaca, maka ia pun akan belajar menyukai buku. Begitu juga, jika sahabatnya seorang pemain bola hebat, ia akan belajar lebih keras agar dapat menyamainya.  Kesulitan akan muncul, jika sahabat dekatnya membawa pengaruh negatif. Misalnya ia memiliki sahabat yang terlalu mendominasi dan cenderung menjadikan anak Anda “kaki tangannya” atau teman dekatnya adalah si trouble maker di kelas. Jika ini terjadi, bagaimana cara untuk mengatasinya ya? Berikut adalah beberapa cara yang dapat anda jadikan referensi dalam melakukan intervensi.
Tanyakan bagaimana ia menilai tindakan temannya dan bagaimana cara ia mengatasinya efek negative dari tindakan temannya tersebut.
Undanglah teman-temannya yang menurut Anda dapat membawa pengaruh positif  dan ikutsertakan mereka dalam aktivitas Anda dan si kecil.  Ingat juga untuk menyertakan teman yang memberikan pengaruh negative. Biarkan anak untuk membandingkan dan mengevaluasi hasil yang ia dapat setelah menghabiskan waktu bersama-sama dengan teman-temannya.
Bila ada kesempatan ngobrol dengan anak, ceritakan alasan mengapa Anda khawatir dengan teman bermainnya itu. Lebih baik spesifik menyebutkan perilaku yang Anda tak sukai daripada mengkritik temannya. Contohnya, jelaskan mengapa Anda tak suka sikap memaksa si A dan apa akibat dari sikap itu, daripada mengkritik A bukan teman yang baik.
Jangan paksa si kecil “bercerai” dengan teman bermainnya, lebih baik Anda menjelaskan konsekuensi jika anak mengikuti perilaku temannya itu dan jelaskan mengapa perilaku itu tidak baik.  Biarkan anak merasa percaya diri dan memutuskan pilihannya sendiri.
Libatkan teman yang memberikan pengaruh negatif pada si kecil dalam aktivitas positif anda dan si kecil.
Jika ia tak punya teman
Oo, bagaimana jika justru anak tidak mempunyai teman? Mungkin ia terlalu pemalu atau justru anak Anda yang menjadi “si trouble maker” dan dijauhi teman? Pahamilah bagaimana anak seusianya berpikir dan berperilaku. Coba tempatkan diri anda diposisinya.
Dengan cara yang halus, cari tahu mengapa ia tak punya teman, misalnya dengan bertanya “Siapa teman yang kamu ingin ajak berteman?” atau “Apa yang kamu khawatir dari teman-temanmu?” tentu pada saat yang tepat. Sebab, jika si kecil tahu Anda cemas, ia justru akan menarik diri atau malah menyangkalnya.
Bicarakan dengan gurunya, amati teman-temannya, dan dengan berbagai informasi yang sudah Anda kumpulkan, duduklah bersama dengan si kecil dan obrolkan tentang berbagai kesulitannya mencari teman.
Tinggikan rasa percaya dirinya dengan bercerita tentang kelebihan-kelebihannya dan mungkin ia bisa memanfaatkannya untuk bertemu dengan teman yang memiliki hobi yang sama
Sarankan ia mengundang teman yang disukainya dan bicaralah bersama bagaimana cara agar mendapat teman
Jika ia tetap saja kesulitan mendapatkan teman,bicarakan dengan dokter anak atau psikolognya. Sekali ia telah berhasil mendapatkan kepercayaan diri dan cara untuk mendapatkan teman, maka ia akan merasakan senangnya memiliki teman.
Referensi:
Berk, Laura E. (2003). Child Development 6th ed. New York: Allyn and Bacon
Tedjasaputra, Mayke S. (2001). Bermain, Mainan dan Permainan untuk Pendidikan Usia Dini. Jakarta: P.T. Gramedia
*Evi Junita, S.Psi
Terapis anak, mahasiswi pascasarjana psikologi klinis anak  Universitas Indonesia

Minggu, 09 Mei 2010


STRUKTUR SOSIAL, KEBUDAYAAN, DAN PENDIDIKAN


Struktur social masyarakat dan kebudayaan adalah satu konteks, suatu lingkungan. Calon pendidi profesional perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang masyarakat tempat tugas tersebut dikerjakan. Masyarakan dengan kebudayaan menjelaskan citra orsng tentang ciri_ciri kepribadian yang diinginkan dan diupayakan realisasinya.

Masyarakat Indonesia sangat heterogen secara sosiokultural. Aneka ragam persepsi pengamatan masyarakat indonesia siungkapkan oleh (alm)Dr. Harsya W. Bachtiar

1) persaingan antara modernitas dan konservatif tradisional, 2) pertentangan kaum santri dan iIslam abangan, 3) masyarakat Indonesia pad asarnya bersikap raman tapi dingin, 4) dominasi kebudayaan jawa, dan 5)kebudayaan asli yang harmonis sedang terancam unsur-unsur asimg yang lebih kuat.

Setiap orang pada dasarnya suatu kesatuan bio-psiko-sosio-kultural. Kesatuan bio-psikologik hany dapat berkembang dalam konteks sosio-kultural.konteks dan perlengkapan sosio-kultural merupakan anugerah semacam insting, Oleh sebab itu pemahaman fenomena sosio-kultural sangat penting untuk memahami proses pendidikan.

Salah satu cara memperoleh informasi sosio-kultural adalah mempelajari hasil kajian sosiologi dan antropologi umum dan sosoilogi –antropologi pendidikan khususnya. Kajian sosiologi mempunyai 2 tingkatan, kajian mikro yang memusatkan pada diri individu, dan kajian makro yang menekankan pada keseluuhan masyarakat. Menurut Smelser(1984:4-6) ada tingkatann makro inilah konsep struktur sosial didekati dengan 5 komponen(dimensi)

  1. dimensi demografik

melihat fenomena sosial terdiri atas pengelompokan menurut pola kelahiran, kematia, migrasi, dan lain-lain.

  1. dimensi psikologik

melihat makna pribadi yang terlibat menyangkut berfikir, motivasi, reeaksiemosional, dan lain-lain.

  1. dimensi kolektif

membantu memahami perilaku sperti distribusi kekuasan dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama.

  1. dimensi hubungan

kajian tentang hubungan sosial.

  1. dimensi kultural

mengkaji masyarakat secara utuh meliputi aturan, sistem nilai, yang mengatur hubungan satu dengan yang lain.

Konsentrasi penggunaan dimensi tertentu dipilh berdasarkan relevansinya dengan kajian sosiologik yang dikerjakan. Yang penting permasalahan yang dibicarakan perlu dipahami atas dimensi-dimensi yang ada agar dapat mengambil solusi yang tepat.

A. Memahami Struktur Sosial Masyarakat

Masyarakat terdiri atas komponen-komponen seperti individu, keluarga, dan bebagai pengelompokan sosial yang sangat banyak jumlahnya. Interaksi sosial sering dijelaskan sebagai aksi sosial. Aksi sosial adalah tingkatan seseorang yang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain secara fisik, imaginatif, atau implikasinya. Interaksi sosial sering juga di sebut komunikasi. Tanpa interaksi sosial pribadi, kelompok, masyarakat, dan budaya tidak akan bertahan.

Kelangsunagn hidup bersama menjadi komponen penting bagi kelangsungan masyarakat dan lomponen-komponen penyusunanya. Ada 3 kondisi prasyarat minimum yang harus dimiliki dmi mempertahankan keberadaan suatu masyarakat. 10 adaptasi dengan lingkungan luar, 2) adaptasi dengn problem biososial, 3) adaptasi dengan kondisi kehidupan bersama.

Kajian tentang kepribadian semula dilihat dari hal-hal budaya,sedangkan kajian dari segi struktur sosial relatif langka. Struktur sosial oleh Hoose (House 1981:539) diberikan arti adanya pola-pola perilaku interaksi sosial.

Kajian tentang kaitan struktur sosial dengan pendidikan sqangat penting untuk memahami masing-masing komponen maupun dampak satu dengan yang lain. Sosiologi memandang manusia sebagai manusia sosial yang lahir sebagai makhluk biososial dan berkembang melalui belajar sosial.

Ada 3 tipe orang yaitu, orang yang perilakunya dikendalikan dari luar diri mereka, orang yang perilakunya dikendalikan oleh kekuatan dalam diri mereka, dan orang yang perilakunya diarahkan oleh kekuatan orang se jaman mereka.

Kaitan antara strktur sosial dan perkembangan kepribadian telah dikaji oleh Melvin Kohn dan kawan-kawan. Dalam kajiannya, mereka yang berada di kelas sosial atas cenderung mengembankan kepribadian dengan sistem nilai pengarahan diri sendiri, sedangkan mereka yang berada di kelas sosial bawah cenderung menegmbangkan berdasarkan nilai konformitas.

B. Aneka Ragan Kebudayaan dan Telaahnya

Budaya Indonesia sedng dalam pengembangan di tengah-tengah budaya etnik yang hidup bersama budaya dunia. Harsya bachtiar memberikan gambaran budaya Indonesia ada 4 jenis. 1) sistem budaya etnik pribumi, 2) sistem budaya agama, 3) sistem budaya Indonesia, 4) sistem budaya majemuk.

Sistem budaya asing sekuler terus kontak dengan sistem budaya yang ada. Sedikit banyak itu akan mmbawa dampak baik positif maupun negatif.

C. Memahami Kaitan Antara Kebudayaan dan Kepribadian

Pendidikan adalah suatu proses pewarisan nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan itu diciptakan manusia dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Menurut C Geertz (1973:44-45), kebudayaan sebagai seperangkat sistem kontrol untuk mengatur perilaku individu warga masyarakat. Program kebudayaan, setiap individu akan kacau dan tidak menentu. Tanpa budaya, perilaku orang tak terkendali. Manusia dibentuk oleh kebudayaan trtentu bukan kebudayaan pad umumnya..

Poses dan isi pendidikan akan membentuk kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi budaya iilah yang akan jadi pewaris dan penerus budaya bersangkutan. Gilin memadukan pandangan behaviorisma dan psikoanalisis dan secara ringkas adalah

  1. kebudayaan menjadi kondidi belajar
  2. kebudayaa memiliki dya dorong
  3. kebudayaan memiliki sistem ganjaran terhadap apa yang diperbuat
  4. adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan.

Perkembangan pibadi ditempatkan dalam habitat ekologo-kultural. Ekologi dlasm hal ini diberikan arti sebagai lingkungan fisik. Fungsi lingkungan berupa ruang kehidupan adalah tempat individu belajar dan pengalaman yang dimiliki berfungsi sebagai pemicu respon individu terhadap rangsangan kehidupan.

Ada 2 aspek budaya yaitu lembaga-lembaga primer dan lembag-lembaga sekunder. Lembaga primer terdiri tas struktus sosio-ekonomik dan praktek pengasuhan anak yang mempengaruhi proses kepribadian. Lembaga sekunder terdiri atas agama, seni, cerita rakyat, dan media ekspresi lainnya. Faktor lingkungan yasng menentukan kepribadian kelompok dibedakan jadi 1) sistem pemeliharaan, 2) pelatihan atao sosialisasi anak.

Le Vine mengelompokkan sejumlah teori tentang hubungan antara kebudayaan dan kepriabdian.

  1. posisi kepribadian antikebudayaan
  2. posisi reduksionis
  3. posisi kepribadian adalah kebudayaan
  4. posisi probadi sebagai mediator kebudayaan
  5. posisi yang melihat keduanya sebagai sistem

D. Memikirkan Kembali Pendidikan Dalam Kemajemukn Budaya

Pola sistem pendidikn nasional kita menganut kebijakan budaya induk, yaitu budaya nasional.sesungguhnya konsep kebudayaan nasional masih diperdebatkan. Secara garis besar, menghdapi kondisi masyatakat budaya majemuk, kebijakan tentang kehisupan kebudayaan dan sistem pendidikan untuk itu ada 3 kelompok besar.

  1. memberi kesempatan seluas-luasnya bagi kebudayaan untuk berkembang
  2. model budaya induk
  3. model pendidikan budaya majemuk

kondisi yang ada adalah

  1. model pertama ditinggalkan sebab yang kuat menekan yang lemah
  2. model kedua ternyata melemahkan semua di luar induk
  3. model ketiga diminati sebagai solusi samar-samar

model pendidikan budaya majemuk hanya dapat berjalan sdi tingkat informal dan di tingkat bawah pendidikan formal.

Sleeter dan Grant membuat pengelompokan hirarki pendidikan dalam kemajemukan budaya

  1. suatu kebijakan yang memberikan fokus terhadp kelompok kebudayaan.
  2. menekankan perlunya hubungan manusiawi dengan berbagai upaya mendorong berkembangnya sikp positif siswa terhadp kebudayaan lain.
  3. melakukan kajian tunggal.
  4. pendidikan budaya majemuk dengan tekanan pada persamaan struktural sosial.

Senin, 03 Mei 2010

BINGUNG

NANANANANANANANANANANANANANANA



H
E
H
E
H
E
H
E
H
E
H
E
H
E
H
E
H
E